Menu Tutup

Model Penguatan Lembaga Kemasyarakatan Dalam Memperkuat Kemandirian Desa

Kecamatan Kartoharjo, 22 Maret 2017 – Dengan adanya acara Penguatan Lembaga Kemasyarakatan di wilayah Kecamatan Kartoharjo Kota Madiun Tahun Anggaran 2017 pada hari Kamis 30 Maret 2017, Kecamatan Kartoharjo memberikan Pedoman Pembelajaran mengenai “MODEL PENGUATAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DALAM MEMPERKUAT KEMANDIRIAN DESA”

 

PENDAHULUAN

     Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 menyebutkan bahwa Desa atau yang disebut nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat, yang diakui dan dihormati dalam system Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan demikian, dalam Undang-undang tersebut mengakui adanya otonomi yang dimiliki oleh desa. Artinya Otonomi Desa diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan dari masyarakatnya itu sendiri, dengan demikian Desa memiliki posisi sangat strategis sehingga memerlukan perhatian yang seimbang dalam penyelenggaraan otonomi daerah, karena dengan kuat dan mantapnya Desa akan mempengaruhi secara langsung perwujudan otonomi daerah.

     Dengan  pengertian  semacam  itu,  maka  pemikiran  yang  menjadi landasan dalam pengaturan Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokrasi dan empowering, dalam konteks demikian maka pengembangan Otonomi Asli Desa memiliki landasan, visi dan misi yang kuat dalam rangka menjaga eventifitas, efisiensi, dan optimalisasi otonomi daerah.

     Pemerintahan Desa merupakan unit terdepan pelayanan kepada masyarakat serta menjadi tonggak utama untuk keberhasilan semua program. Karena itu, memperkuat Desa merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditunda   dalam   upaya   untuk mempercepat   terwujudnya   kesejahteraan masyarakat sebagai tujuan otonomi daerah.

     Kemandirian   desa   dalam   rangka   otonomi   daerah   memerlukan kesiapan lembaga sosial, politik dan ekonomi desa itu sendiri. Oleh karenanya peningkatan fungsi dan peran kelembagaan desa memiliki arti yang strategi. Salah satu kegagalan peningkatan parsipasi yang terjadi selama ini diebabkan oleh  :

1. ketidakmandirian  pemerintahan  desa  dari  struktur  pemerintah diatasnya.
2. praktik pemerintahan desa yang belum sepenuhnya bersih dan efisien   oleh   karena     matinya   kemampuan   control   masyarakat   sehingga memberikan peluang
terjadinya penyalahgunaan wewenang.
3. ketidak berdayaan masyarakat menyelesaikan problem sosial, politik dan
ekonominya sendiri oleh karena rancunya struktur dan mandulnya fungsi-fungsi
kelembagaan desa.

     Pemantapan implementasi pengelolaan pembangunan parisipatif yang berbasis pada kemampuan lokal memerlukan penguatan kelembagaan local, yang berarti peningkatan kapasitas fungsi dan peran kelembagaan local dalam konteks pengelolaan pembangunan. Tulisan sederhana ini mencoba untuk mengkaji  kondisi  lembaga  local dengan  berbagai  dinamika  faktor  yang mempengaruhi perubahannya, ciri-ciri lembaga local yang berdaya, dan kelembagaan. Bagian pentingnya merupakan uraian strategi dan teknik penguatan kelembagaan lokal.

Urgensi kelembagaan masyarakat dalam pemberdayaan

     Korten  (1993),  menyatakan  bahwa  pembangunan  adalah  proses  di mana anggota-anggota suatu masyarakat meningkatkan kapasitas peroranan dan institusi mereka untuk menghasilkan perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas hidup sesuai dengan aspirasi mereka sendiri. Dalam konteks penguatan kelembagaan, diperlukan perubahan structural terhadap kelembagaan local menuju peningkatan taraf hidup, produktifitas, kreatifitas, pengetahuan dan keterampilan maupun kapasitas kelembagaan agar senantiasa survival dan mampu beradaptasi dengan perubahan sosial yang melingkiupinya. Transformasi yang demikian, sedapat mungkin dilakukan secara mandiri dan atas kebutuhan masyarakat sendiri. Kalaupun ada intervensi dari pihak lain hanya bersifat memfasilitasi. Dalam perspektif pembangunan yang berbasis pada kemampuan lokal, sebagaimana dikemukakan Caventa dan Valderama dalam Suhirman (2003) bahwa  keberhasilan  pembangunan  diukur  dari  seberapa  besar  masyarakat mampu  mendayagunakan  sumber-sumber  local  yang  mereka  miliki  yang secara kategoris terdiri dari :

  1. Modal Manusia (human resourches), yang meliputi jumlah penduduk, skala rumah tangga, kondisi pendidikan dan keahlian serta kondisi kesehatan warga.
  2. Modal Alam (natural resourches), meliputi sumber daya tanah, air, hutan, tambang, sumberaya hayati dan sumber lingkungan hidup.
  3. Modal Finansial (financial Resourches), meliputi sumbers-umber keuangan yang ada seperti tabungan, pinjaman, subsidi, dan sebagainya.
  4. Modal  Fisik  (Phisichal  Resourches),  meliputi  infrastruktur  dasar  yaitu transportasi, perumahan, air bersih, sumber energi, komunikasi, peralatan produksi  maupun  sarana  yang  membantu  manusia  untuk  memperoleh mata pencaharian.
  5. Modal Social (Social Captal Resourches), yakni jaringan kekerabatan dan budaya, serta keanggotaan dalam kelompok, rasa saling percaya, lembaga  kemasyarakatan, pranata sosial dan tradisi yang mendukung, serta akses kepada kelembagaan sosial yang sifatnya lebih luas.

    Ada   berbagai   macam   kendala   yang   selama   ini   dihadapi   oleh masyarakat pedesaan dalam melaksanakan pembangunan antara lain :

    1. Keterbatasan kemampuan  untuk  mengolah  dan  memanfaatkan  potensi sumber daya alam yang tersedia.
    2. Keterisolasian dan keterbatasan sarana dan prasarana fisik.
    3. Lemahnya kemampuan  kelembagaan  terhadap  peluang-peluang  bisnis yang ada jasa dan perdagangan.
    4. Terbatasnya akses masyarakat kepada sumber-sumber kemajuan ekonomi yang antara lain meliputi : akses permodalah, akses teknologi produksi, akses manajemen usaha, pengetahuan dan keterampilan SDM yang ada, akses informasi pasar dan keberlanjutan usaha-usaha produksi.

    Esensi   pemberdayaan   masyarakat   pada   dasarnya   menempatkan masyarakat sebagai pusat perhatian sekaligus dipandang dan diposisikan sebagai  subyek  bagi  dirinya  sendiri  dalam  proses  pembangunan.  Mereka adalah sosok manusia utuh yang aktif, memiliki kemampuan berfikir, berkehendak dan berusaha. Dalam kerangka pikir (mean sheet) demikian, maka sebagaimana Jim Ife seperti dikutip Suharto (1997: 299) mengatakan   bahwa upaya pemberdayaan harus diarahkan pada tiga hal, yakni :

    1. ENABLING, yakni  membantu  masyarakat  desa  agar  mampu  mengenal potensi dan kemampuan yang mereka miliki, mampu merumuskan secara

  6. baik masalah-masalah yang mereka hadapi, sekaligus mendorong mereka agar memiliki kemampuan merumuskan agenda-agenda penting dan melaksanakannya demi mengembangkan potensi dan menanggulangi permasalahan yang mereka hadapi.

    2. EMPOWERING,  yakni   memperkuat   dan   daya   yang   dimiliki   oleh masyarakat desa dengan berbagai macam masukan (input) maupun pembukaan akses menuju ke berbagai peluang. Penguatan disini meliputi penguatan pada modal manusia, modal alam, modal financial, modal fisik, maupun modal sosial yang mereka miliki.

  7. 3. PROTECTING, yakni  mendorong  terwujudnya  tatanan  structural  yang mampu melindungi dan mencegah yang lemah agar tidak semakin lemah.
  8. Melindungai tak berarti mengisolasi dan menutupi dari interaksi. Karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil, dan melunglaikan yang lemah. Melindungi   harus   dilihat   sebagai   upaya   untuk   mencegah   adanya persaingan  yang  tidak  seimbang  serta  eksploitasi  yang  kuat  atas  yang lemah.

  9.      Dalam beberapa kajian menunjukkan bahwa lembaga local kemasyarakatan sebenarnya menjadi pilihan yang cukup kredibel sebagai agen pembangunan.  Hanya  saja,  ada  persoalan  umum  dimana  keberadaannya selama  ini  masih memerlukan  pembenahan,  terutama  dari  segi  kapasitas sumber daya, organisasional maupun kapasitas manajerialnya. Arah baru yang diharapkan adalah, bagaimana lembaga kemasyarakatan itu berperan efektif dan  optimal  dalam  pengelolaan  pembangunan  desa  dengan  visi pemberdayaan.

  10.      Urgensi keberadaan lembaga kemasyarakatan disini diharapkan akan menjadi wadah  sekaligus  agen  penggerak dalam  memfasilitasi,  memediasi, mengokunikasikan sekaligus sebagai aktor dalam mengembangkan partisipasi, mendayagunakan keswadayaan gotong royong demi mewujudkan kemajuan, kesejahteraan dan kemandirian masyarakat desa.

         Optimalisasi pengembangan inisiatif lokal dalam rangka peningkatan pendapatan,  keswadayaan,  dan  kesejahteraan, akan  mudah  dicapai apabila dikembangkan kerja sama kewilayahan antar lembaga kemasyarakatan local sebagai agensi pembangunan. Hal ini penting karena :

    1. adanya kendala maupun potensi SDM, SDA dan karakteristik kondisi wilayah yang tidak sama. Kerjasama  antara  lembaga  local  akan  menumbuhkan  pendekatan pembangunan yang sinegis.
    2. sebagai forum kordinasi perencanaan pembangunan kewilayahan agar berjalan tanpa menimbulkan akses yang merugikan bagi masyarakat maupun daerah lain.

    Strategi Penguatan Lembaga Kemasyarakatan

  11.      Dalam konteks pemberdayaan, beberapa prioritas terpenting yang bisa dilaksanakan oleh lembaga kemasyarakatan desa antara lain :
    1. Pengembangan usaha ekonomi prodktif (UEP).
    2. Pemenuhan kebutuhan dasar terutama di bidang pendidikan kualitas SDM yang produktif dan berdaya saing, kebutuhan gizi,  maupun sarana dan  prasarana fisik  sesuai  kebutuhan.
    3. Pelestarian pranata dan kearifan local.
    4. Parisipasi lembaga kemasyarakatan dalam pengambilan keputusan pembangunan.

Kelembagaan masyarakat dalam pengembangan UEP

Lembaga local yang bergerak di bidang ekonomi, memiliki kontribusi strategi sebagai wahana dalam menggerakkan potensi ekonomi local. Kerapuhan usaha ekonomi rakyat selamat ini, disebabkan belum adanya kolaborasi efektif dari berbagai usaha ekonomi yang ada, agar efisien dalam mengelola, efektif dalam mengembangkan usaha, dan optimal dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan. Oleh karena itu dalam rangka penguatan   kelembagaan   ekonomi local   perlu   dikembangkan   berbagai kerjasama efektif antar pelaku usaha ekonomi di desa.

Peran koperasi dan usaha bersama yang telah dirintis perlu dikembangkan lebih optimal. Adapun beberapa prioritas yang dapat diagendakan dalam rangka pengembangan usaha ekonomi produktif di desa antara lain meliputi :

Pertama,  penumbuhan  usaha  ekonomi  sesuai  karakteristik kemampuan, peluang pasar dan prospektif, melalui :

  • 1.menemukenali, menggali dan mengaktualkan potensi ekonomo local guna merangsang tumbuhnya peluang kerja, kesempatan kerja dan berusaha.
    2.Peningkatan akses   permoalan   yang   diarahkan   ke   pengembangan  lembaga keuangan pedesaan yang sustainable.
    3.Peningkatan pengetahuan, keahlian, dan keterampilan teknis produksi, budidaya, serta keterampilan usaha bagi SDM desa.
    4.peningkatan akses teknologi melalui upaya pengenalan, proses transformasi  dan pelatihan dengan  tujuan  meningkatkan  keterampilan  dan nilai tambah produk.
    5.pembinaan kemampuan manajemen usaha.
    6.pengembangan akses  informasi  pasar  agar  pemasaran  hasil  usaha  berjalan lancar dengan harga yang menarik.
    7.pendampingan guna menjamin keberlanjutan usaha, sampai titik dimana masyarakat lebih dapat mandiri.
    8.Pembinaan agar masyarakat mampu mengelola surplus usaha secara proporsional dan tidak terjebak pada orientasi konsumtif yang berlebihan.

  • Kedua,  penguatan transaksi  usaha  ekonomi  rakyat.  Pada  umumnya usaha ekonomi masyarakat desa memiliki nilai transaksi ekonomi yang rendah dan potensial memperoleh ancaman dari usaha industri dan bisnis skala besar. Hal ini terjadi karena :

  • 1.Usaha rakyat pedesaan umumnya termasuk ”usaha pasaran” yang mudah dimasuki semua orang.
    2.Produsen tidak memiliki akses informasi pasar yang memadai.
    3.Sering terjadi fluktuasi harga, karena panen  yang  melimpah.
    4.Ancaman  dari  produk  subsitusi  pabrikan  yang relative bermutu dan lebih murah.
    5.daya saing produk rendah, karena keterbatasan modal, teknis produksi, manajemen dan promosi.

  • Untuk menguatkan transaksi usaha rakyat, maka diperlukan beberapa langkah, diantaranya :

  • 1.Peningkatan kualitas produk, harga yang bersaing, efisiensi biaya produksi dan pembenahan distribusi dan promosi.
    2.Diversifikasi produk dengan pengaturan sentra produksi unggulan.
    3.Memfokuskan pada segmen pasar tertentu sehingga terhindar dari persaingan frontal
    4.Perlindungan  pemerintah  dalam   bentuk   subsidi,   pembinaan, regulasi dan penetapan harga pasar.
    5.Adanya jaringan informasi pasar untuk produk-produk usaha rakyat.
    6.Kemitraan usaha dengan sector usaha besar atas dasar saling menguntungkan.

  • Ketiga,  mengembangkan  industri  pedesaan  dalam  bentuk  industri pengelolaan hasil pertanian (agro-Industri) hal ini dirasa penting untuk mengkaitkan antara sektor pertanian dengan sektor industri dan untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian found here. Untuk itu perlu kiranya dikembangkan adopsi. Tehnologi Tepat Guna (TTP) guna mendukung :
    1.Pengelolaan  produksi  agar  memiliki  nilai  tambah  tinggi,
    2.Peningkatan jumlah produksi, efisiensi, produktivitas, mutu dan keanekaragaman,
    3.Penggunaan tenaga kerja lokal secara optimal,
    4.Tersedianya teknologi murah, mudah perawatannya dan menjanjikan keuntungan.
  • Keempat,    mengembangkan   kemitraan    usaha    atas    dasar    saling menguntungkan saling memperkuat dan saling membutuhkan. Adapun model kemitraan  yang  dikembangkan bisa  berupa :

  • 1.Model  kemitraan  produk, yakni inti- plasma , sub-kontak, vendor.
    2.Model kemitraan permodalan.
    3.Modal kemitraan manajerial.

    Kelembagaan Kemasyarakatan dalam Pemenuhan Kebutuhan Dasar

  •      Peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat secara mendasar terkait dengan peningkatan kualitas ekonomi, pendidikan, dan kesehatan maupun infrastruktur lingkungan, strategi pengelolaan pembangunan   di   masing-masing   desa   diharapkan   mampu   menyentuh prioritas-prioritas penting pada bidang-bidang pokok diatas sesuai dengan kebutuhan, peluang dan kemampuan yang asa. Apabila bidang-bidang kebutuhan dasar diatas terpenuhi hal itu akan menjadi kunci bagi peningkatan kualitas hidup, kesejahteraan dan kemajuan dari masyarakat desa secara keseluruhan.

         Kelembagaan lokal diharapkan dapat mengembangkan peran dan fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan dasar itu dapat dilakukan dalam bentuk santunan maupun perguliran modal. Hal ini disesuaikan dengan karakteristik sasaran. Pada kelompok marginal dan rentan, dimana tidak dimungkinkan maupun berkembang dengan diberikan modal bergulir, maka kepada mereka diberikan santunan secara hibah. Namun kepada kelompok masyarakat  yang  berpotensi  dan berkemampuan  mengembangkan  usaha, maka bantuan itu pemenuhan kebutuhan dasar selayaknya dilaksanakan melalui stimulant modal secara bergulir. Demikian pula dalam pengadaan infrastruktur perlu dipertimbangkan kemanfaatan sosial-ekonomi bagi pengembangan fasilitas umum maupun pengembangan akses ekonomi desa.

         Dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar ini dapat di kembangkan institusi – institusi lokal semacam lumbung pedesaan, koperasi primer yang telah ada, yayasan sosial, yayasan pendidikan maupun usaha untuk mengembangkan lembaga keuangan pedesaan.

         Penguatan kelembagaan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar bisa dilaksanakan secara terpadu, misalkan melalui pengembangan usaha ekonomi   rakyat  melalui   Badan   Usaha   Milik   Desa   (BUMDes).   BUMDes dirancang tidak sekedar tidak sekedar sebagai instrumen penguatan ekonomi, namun secara terpadu juga menyalurkan sebagian keuntungannya untuk keterjaminan sosial warga dan pembangunan infrastruktur di desa.

    Kelembagaan Masyarakat dalam Pelestarian Tradisi dan Kearifan Lokal

        Tradisi merupakan nilai atau norma, kaidah atau keyakinan-keyakinan yang masih dihayati dan dipelihara, bahkan dipatuhi oleh masyarakat desa atau satuan masyarakat lainnya dalam rangka mewujudkan tertib sosial dan kesejahteraannya.   Tradisi   itu   sering   kali   terwujud   secara   lestari   dan berkembang berdasarkan ikatan keyakinan komunitas lokal.

        Pelestarian  tradisi  penting  dilakukan  sebagai  filter  terdepan  dalam menghadapi budaya asing, khusunya sejalan dengan perkembangan teknologi informasi yang sedemikian pesat lajunya. Disamping itu, tradisi yang tumbuh pada suatu masyarakat pada dasarnya juga menjadi asset atau modal sosial yang penting dalam rangka memberdayakan (empowering) masyarakat demi mewujudkan kualitas hidup dan kesejahteraan.

         Selama ini masih berkembang pandangan sederhana mengenai pengelolaan pembangunan yang beredar luas pada khalayak umum. Proses pembangunan dimaknai secara sederhana sebagai perubahan kehidupan masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Modernitas dilakukan dengan memperkenalkan lembaga dan nilai-nilai baru dengan menghancurkan tatanan nilai atau kelembagaan tradisional, yang dipandang sebagai kendala terhadap jalannya proses modernisasi, Dengan  demikian  tolok   ukur  sukses  pengelolaan pembangunan adalah seberapa pesat nilai yang berlaku di masyarakat meninggalkan ikatan nilai tradisi seperti kekeluargaan, kegotong-royongan, nilai-nilai keagamaan, adat-kebiasaan lokal, maupun pranata budaya yang sebenarnya telah berurat dan berakar dalam formasi kehidupan sosial. Pandangan semacam ini jelas mengandung kelemahan mendasar, karena mengabaikan asas kerakyatan serta mengabaikan nilai-nilai dan lembaga-lembaga yang dirujuk secara pekat dan terbukti unggul sebagai kerangka acuan dalam membina kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup juga kesejahteraan masyarakat lokal.

         Dampak lebih lanjut implementasi kerangka modernisasi dalam pengelolaan pembangunan adalah masyarakat diberlakukan sebagai kesatuan yang  homogen.  Terjadi  keseragaman pola perubahan yang didesiminasikan kepada seluruh sasaran pembangunan. Padahal, masyarakat sebenarnya merupakan kesatuan komunitas yang  cukup memiliki keragaman nilai dan kelembagaan. Akibatnya bantuan teknis atau fasilitasi yang diberikan sering tidak  sesuai  dengan karakteristik  kondisi  dan  kebutuhan  masyarakat yang memang berbeda-beda sesuai dengan lokalitasnya.

         Sementara itu banyak ”aktifitas pembangunan” yang didasarkan pada nilai tradisi  dan  kearifan lokal  justru menunjukkan efektifitas dan  efisiensi dalam prosesnya dan optimal dalam mewujudkan hasil yang diharapkan. Nilai kearifan lokal dibidang pengembangan partisipasi dan keswadayaan, pembangunan yang berwawasan kelestarian lingkungan, pemanfaatan aset adat-budaya sebagai modal  sosial dalam mewujudkan kesejahteraan adalah serangkaian tema-tema yang menunjukkan optimalitas pola pemberdayaan masyarakat dan pengelolaan pembangunan yang berdasarkan penghormatan pada tradisi lokal.

         Penguatan kelembagaan dalam hal ini berarti mengoptimalkan fungsi lokal yang berfungsi sebagai wadah penerapan, pelestarian, sekaligus pengembangan tradisi   yang   ada.   Dalam   hal   ini   masyarakat   diberikan wewenang untuk menggali sistem pengetahuan dan nilai-nilai fungsional yang dibutuhkan  agar mereka  mampu  berpartisipasi  dengan  tetap  berlandaskan pada jati diri dan akar budaya yang dimilikinya. Seringkali pengembangan kelestarian dan kearifan lokal ini tidak semata berorientasi sosial-kultural, namun juga ekonomi, semacam pengembangan pariwisata lokal.

  • Kelembagaan masyarakat dalam pengambilan keputusan pengelolaan pembangunan

         Pada jalur ini, agar kelebagaan lokal memiliki fungsi dan peran yang optimal, maka seharusnya lebih meningkatkan kontribusi dan perannya dalam pengelolaan pembangunan.  Pengelolaan  pembangunan  partisipatif memberikan peluang besar bagi masyarakat termasuk kelembangaan lokal dalam pengambilan keputusan dan mendayagunakan keswadayaan guna mengembangkan potensi dan menangulangi permasalahan yang dihadapi dalam rangka mewujudkan mutu kehidupan masyarakat yang lebih baik secara transformatif.
    Berbagai   bentuk   tindakan   pengelolaan   pembangunan   desa   bisa meliputi kegiatan :
    1.Perumusan visi dan misi bersama tentang makna, urgensi dan  perioritas-perioritas  pembangunan.
    2.Pengkajian  potensi  dan  modal sosial yang dimiliki bersama dalam mendukung harapan-harapan perubahan yang diinginkan.
    Melaksanakan dan mengendalikan program.
    4.Melakukan evaluasi dan refleksi bersama terhadap pelaksanaan program, dan menyusun Rencana Tindak Lanjut (RTL) program.

         Penyusuna RTL program ini menandai siklus baru dalam upaya pencapaian mutu  kehidupan masyarakat yang  lebih  baik,  lebih meningkat, lebih  manusiawi, merupakan  langkah  transformatif  yang  dilakukan  secara terus menerus melalui aksi-refleksi dari semua pihak tanpa terputus-putus. Rangkain diatas merupakan mekanisme manajemen yang partisipatif yang dimmplementasikan dalam pembangunan dengan visi pemberdayaan.

    Sumber : Fajar Surahman

  • Kritik dan Saran : kecamatankartoharjo@gmail.com